POSMETRO.ID | BANYUASIN
Banyuasin – Dugaan salah penerapan hukum mencuat dalam perkara pidana anak yang menjerat VMR, seorang remaja yang kini mendekam di Lapas Kelas II Banyuasin. Akibat kelalaian aparat penegak hukum, VMR harus menjalani hukuman 2 tahun 3 bulan penjara dan 3 bulan pelatihan kerja, meskipun dakwaan yang digunakan disebut-sebut belum diamandemen.
Hal itu terungkap dalam jumpa pers yang digelar Jumat (22/08/2025). Kurnia, ibu kandung VMR, bersama Penasehat Hukum Muhammad Ibrahim Adha, SH., MH., ECIH, membeberkan kejanggalan pada perkara Nomor 3/Pid.Sus.Anak/2025/PN.Pkb yang diputus Pengadilan Negeri Pangkalan Balai pada 19 Juni 2025, dan dikuatkan Pengadilan Tinggi Palembang melalui putusan Nomor 8/PID.ANAK/2025/PT.Plg pada 10 Juli 2025.
“Dakwaan yang digunakan jelas-jelas salah. Jaksa menggunakan Pasal 80 ayat (2) Jo Pasal 76C dalam UU No. 17 Tahun 2016, padahal pasal tersebut belum diamandemen. Seharusnya yang dipakai adalah UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak,” tegas Ibrahim.
Ironisnya, majelis hakim disebut mengadopsi dakwaan cacat hukum tersebut tanpa koreksi. “Ini jelas bertentangan dengan Pasal 143 KUHAP dan SE Jaksa Agung No. SE.004/J.A/11/1993 tentang pembuatan surat dakwaan. Seharusnya dakwaan batal demi hukum dan VMR wajib dibebaskan,” ujarnya.
Ibrahim juga menilai proses hukum mengabaikan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang mengedepankan diversi dan menjadikan pemidanaan sebagai jalan terakhir. Persidangan pun berlangsung cepat hanya enam kali sidang dalam sepekan, tanpa mengurai unsur kesengajaan (mens rea) maupun perbuatan nyata (actus reus).
Kejanggalan lain muncul dalam visum. “Di berkas visum disebut zat kimia cair, tetapi di dakwaan jaksa langsung ditulis asam sulfat. Padahal tidak semua cairan kimia adalah asam sulfat,” papar Ibrahim.
Di sisi lain, keluarga korban juga dituding mempermainkan itikad baik keluarga VMR. “Awalnya mereka minta Rp50 juta untuk damai. Saat kami hanya bisa siapkan Rp3 juta, diterima. Tapi kemudian mereka tiba-tiba minta Rp100 juta,” ungkap Kurnia.
Atas dasar itu, keluarga VMR bersama tim hukum mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung agar putusan bebas dijatuhkan. Mereka juga mendesak Kejaksaan Agung melakukan evaluasi dan tindakan atas dugaan malpraktik hukum ini.
“VMR adalah korban salah penerapan hukum. Bila ini dibiarkan, maka keadilan bagi anak hanya menjadi slogan kosong,” pungkas Ibrahim.
Editor : Arie