Api
Karya:
Dewi Efriani
Jika kau adalah api, maka aku
adalah bara
Kita terjatuh dan melebur di tempat
yang indah
Menabur suka pada pandangan pertama
Lalu dengan sengaja kau membalut
bara
Membuat kobarkan merah dengan rasa
yang membuncah
Asmara, kita larutkan emosi bak
minyak tanah
yang membuat kita makin menggelora
Cinta, Kita bubuhkan komitmen bak
menyisipkan kayu
tiada henti, agar cinta kekal
sampai ke alam baka
Sekarang kita telah sama, membuat
dunia jadi membara
Merajut mimpi dengan sejuta asa,
melangkah berdua
Merah merona
Prabumulih, Agustus 2015
Masih
Sendiri
Karya:
Dewi Efriani
Cinta, mengapa hari ini aku masih
sendiri?
Diiringi langit mendung sampai
kecutkan hati
Pandanglah wajah kotor ini, kemana
lagi ia harus melangkah
Pergi mengejar mimpi, untuk
menggenggam cinta sejati?
Kini malam telah mengusirku pergi
Dan teganya mentari pun enggan
menghampiri
Aku lelah berlari menghindari hari
yang selalu sendiri
Langkahku telah mati, kemana lagi
aku harus berhenti
Sekedar mengistirahatkan kaki yang
lelah mencari
Atau membunuh rasa yang terus
mengadili, betapa bodoh hati.
Membuang kau, wahai kasih
Prabumulih, Agustus 2015
Karena
Angin
Oleh
: Dewi Efriani
Tahukah kau?
Mega biru yang kita ciptakan dengan
berhias sinar putih orange
Kini telah hilang, tertutup awan
hitam pembawa badai
Bagai mengiring langkahmu yang kian
menjauh
Kau goyah dan menentang hatimu
bahwa kau terjerat
Kau terpesona oleh bisikan angin
berkalang debu
yang sejenak menyejukkan dari terik
matahari
Kau lemah, memilih merangkul angin
yang ciptakan dentuman marah para pecinta
Dan datanglah gerimis yang buat kau
makin linglung
Sampai turun bencana hujan yang
jelas hapuskan segala jejak kita
Kau hilang arah, tanganku kini
lepas dari genggaman
Luruh, bak daun tua terhempas
butiran air
Sudahlah sudah bentak hatiku
Biarlah hujan basahi bumi, biarlah
dia sembuhkan luka
Karena nanti, setelah hujan lelah
menyerbu
Pelangi datang dan mengangkatmu
pergi
Prabumulih, Agustus 2015
Sendiri
Oleh
: Dewi Efriani
Hari ini aku sendiri
Harapku bertemu sang candu telah
terkikis jemari
Aku muak menatap bayang wajah lara
ini
Tak malukah dia mengharap maaf yang
tak layak dia raih?
Tapi, jiwa kotor ini terlalu ego
untuk mengakui
Begitu banyak lumpur yang dia lukis
pada senja bercampur awan hitam berduri
Karena hati tetaplah hati
Walau sembunyi, tetap berharap terampuni
Hari ini aku sendiri lagi
Tak ada yang sudi berbagi pada jiwa
yang nampak mati
Sampai malam merangkak pergi
Dan tetap saja aku terpatri sunyi,
menantap langit yang penuh janji
Tanpa tau bila harapku terjadi
Prabumulih, Agustus 2015
Hitam
Oleh
: Dewi Efriani
Hitam, kala kau tatap wajahku lekat
ciptakan debar tak berirama
Hitam, kala kau genggam tanganku
erat hadirkan desir penuh asmara
Hitam, kala kau peluk tubuhku
hangat tuliskan cerita penuh romansa
Kau suntikkan racun bernama cinta
yang menyebar cepat di aliran darah
Hingga tiap detik kurasa, hanya
wajahmu yang menjelma
Prabumulih, Agustus 2015