Puisi-Puisi Mulya Jamil
Anesthesia
Terbangun dari mimpi
buruk dengan raga setengah sadar dan pilu
Kepala serasa terhujam
palu melawan erangan dan jeritan masa lalu
Syaraf-syaraf menjalar
ke ujung nadir menyalakan sumbu urat-urat nadi
Coba mengingat sejenak
igau yang kualami saat terlelap tadi
Sebab igau itu
membuatku mati rasa dan lupa diri.
tak kumengerti satupun
kemelut hidup ini
tak kukenali siapapun
yang pernah menemani
Bahkan jati diriku
melesap seketika dari palung pikiran
Seperti mengkamuflase
diri dalam dunia khayalan
Dumai, 2015
Seperti
Hujan dan Rindu yang belum usai
I
Seperti hujan yang
jatuh cinta pada awan,
tak ada rasa sakit yang
mampu mengalahkan kerinduan.
Beranjak dari rindu
yang tak semestinya,
selalu saja seperti
dikungkung terpasung pada kenelangsaan.
Aku ingin meminta
sesaat
Mencari suara gemercik
air yang berisik,
kian pelan melubangi
kerasnya batu sedikit demi sedikit
II
Seperti hujan yang
jatuh tanpa peduli butirannya lebur,
aku masih menunggu
sosoknya dalam hening malam pilu
Tak peduli hitungan
jarak yang mengolok rindu,
hanya sebatas guratan
bunga layu
Bahkan harumnya tak sanggup
menyentuh hatimu yang sayu
III
Seperti hujan yang tak
hanya membasahi bumi,
rinduku tak hanya
sebatas bait-bait puisi
Ia menadi dalam diri
dan menghujam tanpa jemu
karena sesungguhnya ia
belum pernah pergi
Berdiam di sanubari dan
menjelma jadi tangis
Pekanbaru 2015
Merindu
Senja
Senja hampir lekang,
saatnya kidung cinta dikumandang dari kalbu kesunyian
Jingga perlahan
tenggelam, mari bersulang menyambut malam
Sebab dahaga kita
adalah kerinduan yang tak mampu dihilangkan oleh lisan
Dengan sepercik syahdu,
dari dalam hati yang merindu
Kualunkan tembang merdu
sembari merayu ilalang sayu
Tak ayal, senja adalah
waktu yang sendu tuk menulis puisi
Tentang kenangan dan kerinduan
barangkali
Pekanbaru, 2015
Penyair
Dalam Kulkas
:
Joko Pinurbo
Ia lebih suka
mendengarkan alam di dalam kulkas
Hembusan angin, pasang
surut laut, kicauan burung di langit, dan suara jangkrik dalam gemerlap sunyi
malam.
Di dalamnya ada
gumpalan-gumpalan salju yang membekukan hati
Sisa-sisa luka yang
membekas pada daging yang membusuk
Ingatan masa lalu yang
tersimpan dalam gelas-gelas waktu
Ia tetap tersenyum
melawan trauma dan pahitnya hidup
Menutupi luka dan
kesedihan yang teramat dalam
Sembari membuka dunia
baru di mata dan menjamah bumi dengan kata-kata
Puswil, 2015
Layaknya
Iblis
Engkau melulu berdusta
Juga selalu mendosa
Layaknya iblis yang
mencari mangsa
Menjamah dunia dengan
serakah
Sempat melupakan surga
Seolah ingin masuk
neraka
Pekanbaru, 2015
Erotomania
Akan kuajari kau
bercinta tanpa perlu mencinta, dengan pelukan paling erat dan cumbuan paling
lekat.
Pada isapan cerutu yang
ntah ke berapa, aku masih berharap dapat mengeluarkan seluruh hasrat dari dalam
kepalaku
Hanya bisa melihatmu
dari foto, video, dan televisi. Aku tak butuh teknologi canggih untuk bisa
menjamah tubuhmu
Bila esok pagi kau
terjaga dan menemui banyak daun di pekarangan rumah, adalah aku pelakunya
Satu demi satu daun
gugur dari kelopak mataku, tak pernah dibasahi oleh air mata
Aku ingin menjadi
lipstik, membasahi bibirmu yang ranum
Dengan doa dan harapan,
izinkan aku meletakkan ciuman sebelum lisan mengeringkannya
Lalu biarkan aku
menemani kesepianmu dengan cinta dan gairah yang menggebu-gebu
Sebelum kau mati tanpa
diriku
Pekanbaru, 2015
Sang
Pemberontak Hijau
Seumpama para peziarah
yang tak pernah diam mengerang
Melenyapkan rusuk kota
dan hijau alam yang membuat sukma menggeram
Mengencani batang pohon
yang telah tua dimakan usia dengan kapak, gergaji, sinso, atau apapun itu
Bagaikan sampah
masyarakat, tak bernilai dan tak diakui keberadaannya
Hidup sebagai perusak
dalam kesengsaraan
Hutan Kota, 2015
Zat
Afrodisiak
Hasrat mulai tak
terbendung
Meluap keluar berpacu
pada testosteron
Bersama desahan dan
gairah libido
Tenggelam dalam cumbuan
paling binal
Pekanbaru, 2015
Dendeng
Balado
Bentukmu yang unik hitam legam
Dengan bumbu khas beragam
Berikan cita rasa yang menjalar di ujung lidah
Ingin ku kecup tubuh legammu merasakan cabai kabai merah
itu
Lukang pukang oleh balado level sepuluh
hingga pengecap itu mati rasa berapi-api
RMP, 2015
Rindu
Yang Mencekam Jiwa
: kepada SY
Terjerat
rindu yang menyeringai di setiap relung jiwa
Memaksa
jejak kenangan yang senantiasa terjaga
Enggan
terlelap meski hanya sekedar ingin
Tak
kuasa menahan meski hanya sekedar angan
Menanti
hari esok yang jemu dengan selaksa semu
Tahukah
Engkau?
Aku
sangat rindu
Selalu
ada bayangmu yang hadir
Memaksa
tiap kali terpisah dengan jarak
Membuat
diri tak sejenak terkulai gerak
Bertahun
tak bersua telah memagut sepiku tanpa sisa
Lesap
tak berbekas tinggalkan duka
Coba
berdamai dengan rasa yang hadir di antara rindu dan pilu
Mengakui
penggalan kata dan ucap yang terbata
Ternyata
belum cukup mengurai rindu yang ada
Pagi
menjelang membawa pesan-pesan baru
Sapa
manja dan senyum milikmu yang menari seirama desau angin pagi
Tak
dapat menyentuh dambaku akan kerinduan ini
Dan
aku
Terjerat
rindu yang menyeringai di setiap relung jiwa
Memaksa
jejak kenangan yang senantiasa terjaga
Enggan
terlelap meski hanya sekedar ingin
Tak
kuasa menahan sabar meski hanya sekedar angan
Menanti
hari esok yang jemu dengan selaksa semu
Tahukah
engkau?
Aku
sangat rindu
Pekanbaru,
2015

Biodata
Penulis : Mulya Jamil,
Lahir di Dumai, 21 juli 1995. Sedang menempuh pendidikan di Universitas Islam
Riau, jurusan Bahasa Inggris. Bergiat di Gerakan Komunitas Sastra Riau (GKSR),
Media Mahasiswa Aklamasi, Malam Puisi Pekanbaru dan Community Pena Terbang
(Competer). Karya-karya puisi dan tulisannya pernah dimuat di Riau Pos, Detak
Pekanbaru, Analisa Medan, Minggu Pagi Yogyakarta, Majalah Aklamasi, Majalah
E-times, dan tergabung di beberapa antologi puisi. Alamat email : mulya21@yahoo.co.id, No. Hp :
085271223022, No. Rekening : 7057793591 (Bank Syariah Mandiri, atas nama Mulya
Jamil).
