• Jelajahi

    Copyright © POSMETRO.ID
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Kriminal

    Terjerat Utang Puluhan Miliar, Layanan Publik RSUD Prabumulih Terancam Tumbang

    26 Agustus 2025, Agustus 26, 2025 WIB Last Updated 2025-08-26T07:46:00Z
    Masukkan scrip iklan disini


    POSMETRO.ID | PRABUMULIH – Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas laporan keuangan Pemkot Prabumulih Tahun Anggaran 2024 membuka kenyataan pahit di balik megahnya gedung Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prabumulih.


    Laporan resmi BPK menyebut, hingga akhir Desember 2024, RSUD yang berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) ini menanggung utang mencapai Rp30,12 miliar. Sebagian besar utang berasal dari pengadaan obat-obatan dan jasa tenaga medis, dua sektor vital yang seharusnya menopang pelayanan kesehatan warga.




    Ironisnya, di tengah tumpukan utang, RSUD Prabumulih tetap memaksakan diri menjalankan layanan medis setara Rumah Sakit Tipe B, meski status resminya masih Tipe C.



    Kebijakan ini membuat kebutuhan SDM, obat, hingga alat kesehatan melonjak. Sementara itu, klaim dari BPJS Kesehatan tetap dibayar berdasarkan standar Tipe C, sehingga defisit pun tak terhindarkan. BPK mencatat kerugian klaim mencapai Rp1,41 miliar hanya dalam satu tahun.



    “RSUD seolah berjalan tanpa pagar,” tulis BPK dalam laporan auditnya.


    Rincian utang RSUD Prabumulih per 31 Desember 2024:

    Obat, BHP, alkes, reagensia: Rp17,448 miliar (57,93%)

    Jasa pelayanan: Rp10,649 miliar (35,36%)

    Barang/jasa pihak ketiga: Rp1,881 miliar (6,25%)

    Listrik dan telepon: Rp119 juta (0,40%)

    Belanja modal: Rp19 juta (0,06%)



    Posisi ini meningkat sekitar Rp285 juta dibanding 2023, menegaskan pola berulang: utang menumpuk dari tahun ke tahun. Parahnya lagi, RSUD terbukti melampaui pagu anggaran. Realisasi belanja 2024 mencapai Rp29,99 miliar, padahal Rencana Bisnis Anggaran (RBA) jauh di bawah itu.



    Menurut BPK, tidak adanya Peraturan Wali Kota terkait batas fleksibilitas belanja membuat manajemen RSUD cenderung bebas menggunakan anggaran tanpa perhitungan matang.



    Di balik pengelolaan managemen yang bobrok, masyarakatlah yang tetap merasakan dampaknya. Obat sering kosong, pelayanan lambat, hingga pasien kadang harus membeli obat sendiri meski telah menjadi peserta BPJS.



    Kondisi ini mengindikasikan bahwa masalah keuangan RSUD bukan sekadar administrasi, tetapi sudah merembet pada hak dasar warga: akses kesehatan yang layak.



    Pohan Maulana, SE, seorang pengamat di Kota Prabumulih saat disambangi POSMETRO di kediamannya, menilai kasus utang RSUD Prabumulih bukan sekadar akibat tingginya kebutuhan layanan, melainkan lebih pada lemahnya tata kelola.



    “Sebagai BLUD, rumah sakit sebenarnya punya fleksibilitas lebih dalam mengelola keuangan. Tetapi fleksibilitas itu harus diimbangi dengan disiplin, transparansi, dan kontrol ketat. Kalau tidak ada Perwako yang mengatur, maka RSUD cenderung memakai anggaran tanpa perencanaan yang realistis. Akhirnya utang menumpuk setiap tahun,” ujar Pohan.



    Ia menambahkan, risiko paling besar dari kondisi ini adalah bailout APBD. “Kalau RSUD gagal mengendalikan utang, Pemerintah Kota mau tidak mau harus turun tangan. Dampaknya, anggaran pembangunan infrastruktur dan sektor lain bisa tersedot untuk menutup utang rumah sakit. Itu artinya, pelayanan publik lain ikut dikorbankan,” tegasnya.



    Menurutnya, langkah paling mendesak adalah penyusunan regulasi pengelolaan BLUD yang ketat, serta penetapan RBA yang realistis dengan rencana pembayaran utang yang jelas.



    Masalah RSUD tidak hanya menjadi beban internal, tapi juga bisa merusak reputasi keuangan daerah di mata publik. Apalagi, isu utang RSUD bukan hal baru. Pada 2023–2024, sempat muncul desakan agar BPKP dan Kejati Sumsel turun tangan menyelidiki dugaan Korupsi dalam pengelolaan obat dan jasa di RSUD.



    Saat itu, angka utang disebut Rp18,5 miliar. Kini, laporan resmi BPK membuktikan nilainya jauh lebih besar dan fantastis yakni sebesar Rp30 miliar lebih.



    Untuk mengatasi kekacauan ini, BPK RI merekomendasikan langkah tegas kepada Wali Kota Prabumulih H. Arlan dan Wakil Wali Kota Franky Nasril:


    Menyusun Perwali tentang pengelolaan BLUD.

    Membuat RBA realistis dengan skema pembayaran utang yang jelas.

    Menetapkan ambang batas fleksibilitas belanja.

    Menyusun timeline penyelesaian utang yang terukur.



    Jika rekomendasi ini tidak segera ditindaklanjuti, risiko pelayanan medis terganggu bahkan terhenti di tengah jalan semakin nyata.



    Hingga berita ini diturunkan, pihak manajemen RSUD Kota Prabumulih belum memberikan klarifikasi resmi terkait temuan utang yang mencapai Rp30 miliar tersebut.

    Komentar

    Tampilkan

    Berita Utama