POSMETRO.ID | DAIRI – Suasana Dairi yang tenang sejak beberapa tahun terakhir mendadak kembali bergolak. Bara protes terhadap PT Gunung Raya Utama Timber Industries (GRUTI) kembali menyala, memuncak pada dua peristiwa besar sepanjang September 2025.
Kamis, 11 September 2025, massa dari desa-desa sekitar konsesi menyerbu lokasi perusahaan. Emosi yang tak terbendung meluap, enam bangunan terbakar, nursery pembibitan kopi dirusak, hingga berton-ton kayu olahan hangus dilalap api.
Sepekan berselang, Kamis (18/9), gelombang protes kian membesar. Sekitar seribu warga dari sembilan desa, tiga kecamatan, berkonvoi menggunakan puluhan mobil menuju Gedung DPRD Dairi, Kantor Bupati, hingga berakhir di Mapolres. Di bawah komando Pangihutan Sijabat, massa bersuara lantang: menutup PT GRUTI secara permanen.
Di sebuah warung sederhana, setelah aksi usai, Pangihutan berbincang dengan POSMETRO, Wajahnya masih menyimpan sisa letih, namun tekadnya tak tergoyahkan.
“Yang pertama dan paling utama tuntutan kami, PT GRUTI harus ditutup permanen. Dasar kami jelas, hasil Pansus DPRD Dairi tahun 2020 yang menyatakan PT GRUTI tidak terdaftar di Dinas LHK Sumut. Itu berarti perusahaan ini beroperasi tanpa AMDAL,” katanya.
AMDAL—Analisis Mengenai Dampak Lingkungan—bagi Pangihutan bukan sekadar dokumen teknis. Ia adalah syarat hidup-mati masyarakat yang sehari-hari menggantungkan hidup dari alam. “Kalau syarat sebesar itu saja tak dipenuhi, apa yang mau kita percaya?”
Pangihutan lalu menyinggung banjir bandang yang pernah menghantam Dusun IV. Jalan dan jembatan rusak, lahan pertanian terendam, mesin air hanyut. Semua bermula dari bendungan buatan PT GRUTI yang jebol.
“Dua hari setelah kejadian, warga dipanggil dan diberi ganti rugi Rp600 ribu. Bayangkan, selang mesin Sanyo saja Rp1,2 juta, belum mesinnya. Itu bukan ganti rugi, tapi intimidasi,” ucapnya kesal.
Bagi masyarakat, kehilangan air jauh lebih menyakitkan ketimbang kerugian materi. Pangihutan mengingat jelas, dulu air tak pernah habis meski musim kemarau. Kini, setelah sungai-sungai ditutup dan hutan di tepi DAS ditebangi, sumber air lenyap.
“Dulu kami tak pernah kekurangan air. Sekarang, sumber air hilang sejak PT GRUTI masuk,” katanya.
Aksi protes juga menyasar Kepala Desa Parbuluan VI, Parasian Nadeak, yang dianggap berpihak pada perusahaan. Surat undangan warga ke pertemuan dengan PT GRUTI pada 2022 disebut-sebut jadi pintu masuk alat berat PUPR ke area konsesi. “Alat berat itu katanya untuk membuka jalan pertanian, tapi faktanya disewakan ke PT GRUTI,” ungkap Pangihutan.
Tak hanya itu, Pangihutan meminta Bupati dan DPRD mengaudit pemerintahan desa terkait pengelolaan kayu melalui BUMDes. “Kami warga bahkan tidak tahu kapan BUMDes itu dibentuk, apalagi siapa pengurusnya,” tambahnya.
Di sisi lain, Keri Sinaga selaku Humas PT GRUTI menepis semua tudingan. Lewat pesan WhatsApp, ia mengirim sejumlah foto sebagai bantahan.
“Tidak benar itu. Tim Tipiter dari Polda Sumut sudah turun memeriksa. Silakan abang turun ke lokasi langsung untuk melihat,” tulis Keri. Ia juga meminta agar PosMetro.id ditemani pihak perusahaan saat meliput di lapangan agar pemberitaan tidak dianggap menyudutkan.
Konflik panjang antara masyarakat dan PT GRUTI tampaknya belum akan berakhir. Dari jalan rusak, bendungan jebol, sungai tertutup, hingga isu legalitas perusahaan, semua menjadi bara yang terus menyala*moela