POSMETRO.ID | PRABUMULIH – Penanganan kasus dugaan korupsi dana hibah Palang Merah Indonesia (PMI) kembali jadi sorotan publik. Perbandingan mencolok terlihat antara kasus PMI di Kabupaten Ogan Ilir dan Kota Prabumulih.
Di Ogan Ilir, tiga pengurus PMI sudah menjalani sidang, bahkan divonis bersalah dengan hukuman penjara antara 1 tahun 3 bulan hingga 1 tahun 5 bulan. Mereka terbukti merugikan keuangan negara lebih dari Rp600 juta dari dana hibah.
Sementara itu, di Kota Prabumulih, kasus serupa hingga kini belum ada kepastian hukum. Padahal, penyidik Kejari Prabumulih sudah memeriksa puluhan saksi, termasuk eks Ketua PMI Prabumulih periode 2015–2024 berinisial SNR dan Kepala DPKAD berinisial WG. Audit pun disebut menemukan adanya indikasi kerugian negara ratusan juta rupiah, terutama pada biaya perjalanan dinas (SPPD).
Namun, hingga berita ini diturunkan, penetapan tersangka belum juga dilakukan. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar di tengah masyarakat. Mengapa di Ogan Ilir kasus bisa cepat bergulir hingga vonis, sementara di Prabumulih masih jalan di tempat?
Sejumlah pihak menduga ada faktor non-teknis yang menghambat proses hukum. “Masyarakat butuh kepastian. Kalau memang ada kerugian negara, siapa yang harus bertanggung jawab harus segera diumumkan. Jangan sampai kasus ini menguap begitu saja,” ujar Hambali salah seorang tokoh masyarakat Kota Prabumulih.
Kejari Prabumulih sebelumnya beralasan bahwa penetapan tersangka menunggu penyidikan rampung dan adanya bukti kuat terkait perbuatan melawan hukum. Namun, alasan ini justru makin memicu spekulasi publik bahwa ada tarik ulur kepentingan dalam penanganannya.
Kontroversi ini mempertegas problem klasik dalam penegakan hukum di daerah: lambat, tidak transparan, dan rawan intervensi. Kapan Kejari Prabumulih menetapkan tersangka, sebagaimana yang telah terjadi di Ogan Ilir dengan kasus serupa yang sudah memasuki Sidang Vonis dari Pengadilan?
Red