• Jelajahi

    Copyright © POSMETRO.ID
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Kriminal

    Belanja Pegawai Prabumulih Masuk Zona Merah

    04 Desember 2025, Desember 04, 2025 WIB Last Updated 2025-12-04T16:25:33Z
    Masukkan scrip iklan disini

     


    POSMETRO.ID, PRABUMULIH – Kota Prabumulih resmi masuk zona merah belanja pegawai untuk tahun depan. Berdasarkan data yang dapat dihimpun POSMETRO.ID, dari total APBD 2026 sebesar Rp 1,065 triliun, sebanyak Rp 717 miliar lebih dihabiskan untuk membiayai aparatur. Angka ini tentu saja bukan lagi lampu kuning melainkan sirene bahaya fiskal karena menyentuh 67 persen, jauh melampaui batas aman nasional.



    Kondisi ini memantulkan satu fakta yang selama ini tak diucapkan lantang bahwa APBD Prabumulih terlalu “gemuk di atas, kurus di bawah.” Sementara pembangunan dan layanan publik dijalankan dengan ruang anggaran yang makin menyempit, sementara belanja pegawai justru membengkak tanpa rem yang jelas.




    Di tengah kebijakan pemerintah pusat yang sedang memangkas belanja dan memperketat transfer dana ke daerah, struktur APBD seperti ini membuat Prabumulih berada di posisi rentan. Sekali pusat menarik tuas, Prabumulih bisa goyah bahkan ambruk secara fiskal.




    Suherli Berlian Anggota Fraksi PDI Perjuangan ketika dikonfirmasi mengaku cukup prihatin. Ia menilai dominasi belanja pegawai bukan hanya persoalan teknis anggaran, melainkan kegagalan perencanaan fiskal jangka panjang.




    “Ini tidak sehat. Belanja pegawai kita 67 persen yang disedot dari APBD. Kalau transfer pusat tersendat atau dipotong, Prabumulih bisa kelimpungan. Pemerintah tidak boleh terus berlindung di balik dana pusat,” ujar Pria yang akrab disapa Chalik itu.




    Menurutnya, Pemerintah Kota selama ini terlalu nyaman dengan skema transfer pusat, sehingga inovasi pendapatan daerah jalan di tempat. Padahal, PAD Prabumulih hanya Rp 178 miliar, jauh dari cukup untuk menopang kebutuhan daerah.




    “Kita sudah berkali-kali mengingatkan, baik melalui fraksi maupun komisi. Mendorong pemerintah Kota untuk mengoptimalkan potensi sumber daya alam dan ekonomi kerakyatan secara berkelanjutan guna mendongkrak PAD. Peningkatan PAD merupakan langkah krusial untuk mengurangi ketergantungan pada dana transfer dari pemerintah pusat serta membiayai program pembangunan daerah secara mandiri.” tegasnya.




    Dikatakan, untuk meningkatkan pendapatan, Pemerintah Kota Prabumulih harus memiliki inovasi dan kreativitas dalam mencari berbagai peluang, serta berupaya menggali sumber pendapatan secara lebih luas agar pendapatan daerah dapat terkumpul secara maksimal. Namun demikian, dalam menggali pendapatan daerah, pemerintah daerah diharapkan tidak membebani perekonomian masyarakat.



    "Di Pandangan Fraksi juga kita tegaskan baik melalui OPD yang terkait agar terus menggali sumber-sumber pendapatan yang baru yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Setidaknya dalam Waktu dekat Pemerintah sudah harus menggunakan digitalisasi sistem pajak dan retribusi daerah untuk meminimalisir kebocoran dan meningkatkan efisiensi pemungutan" pungkasnya. 




    Di tempat terpisah, Walikota Prabumulih H. Arlan merespons tekanan tersebut dengan sikap realistis. Ia mengakui bahwa komposisi APBD 2026 memang berat dan perlu pembenahan.



    “Ruang fiskal kita sempit dan itu fakta. Belanja pegawai memang besar, dan ini kita akui. Makanya prinsip efisiensi wajib kita jalankan,” ujarnya.




    Namun Cak Arlan (Begitu ia disapa-red) juga menekankan bahwa beban pegawai tidak bisa serta-merta dipangkas tanpa memperhitungkan konsekuensi layanan publik.




    “Arahan pusat jelas: efisiensi dan prioritas. Kami akan pastikan belanja publik tidak menjadi korban dari tekanan belanja operasional,” Imbuhnya.




    Meski demikian, para pengamat menilai bahwa pernyataan efisiensi belum cukup. Prabumulih membutuhkan langkah berani untuk memastikan keberlanjutan fiskal, bukan sekadar mengatur ulang angka-angka di dokumen anggaran.




    Dengan 80 persen lebih pendapatan daerah berasal dari transfer pusat, Prabumulih secara struktural belum mandiri. Ketika pemerintah pusat mulai mengetatkan belanja dan mengurangi transfer yang saat ini sudah menjadi arah kebijakan nasional, Maka Kota ini berada pada risiko fiskal yang nyata.



    Belanja modal hanya Rp 53,8 miliar, tidak sampai 6 persen APBD. Padahal pembangunan fisik, pelayanan infrastruktur, dan investasi publik bergantung pada belanja modal yang kuat.



    Jika tren ini berlanjut, sejumlah analis menyebut Prabumulih bisa memasuki era stagnasi pembangunan, di mana daerah hanya mampu membayar pegawai, tetapi tidak mampu berinvestasi untuk masa depan.

    *Jun Manurung

    Komentar

    Tampilkan

    Berita Utama