POSMETRO.ID | PRABUMULIH - Pembahasan demi pembahasan soal pendirian Politeknik Energi dan Mineral (PEM) Akamigas di Kota Prabumulih begitu gencar dilakukan pada 2018-2019. Pemerintah Kota Prabumulih dibawah kendali Ir. H Ridho Yahya MM begitu optimis rencana pembangunan Akamigas di Prabumulih pada 2020 segera terwujud.
Catatan POSMETRO,ID, Ridho Yahya dengan sesumbar menyebut bahwa pembangunan PEM Akamigas sudah menjadi komitmen bersama untuk mewujudkan SDM terbaik Indonesia, dalam pengelolaan sumber daya gas dan mineral serta pertambangan yang rencananya sudah mulai dibangun pada 2020. Namun hingga masa jabatan Ridho Yahya akan berakhir September 2023, Bau-bau akan pembangunan PEM Akamigas belum tercium oleh Masyarakat Kota Prabumulih. Apakah ini Prank?
“Kita menyiapkan tanah 18 hektare untuk merealisasikan pembangunan itu. Jika selama ini putra-putri terbaik Sumsel dikirim ke Cepu, Jawa Tengah, untuk belajar, diharapkan dengan adanya Akamigas di Prabumulih para pelajar handal dalam tata kelola minyak akan muncul,” kata Ridho Yahya Kala itu.
Ternyata sekolah tinggi yang di idam-idamkan akan berdiri dengan kokoh di Kota Prabumulih hanya mimpi belaka. Jangankan 18 Ha lahan yang disebutkan, 1 meter lahan saja sangat sulit untuk diwujudkan. "Memang omongan politik tidak bisa dipegang, jangankan Akamigas, Prabumulih yang katanya bakal memiliki Penjara terbesar di Indonesia juga hanya angin surga belaka. Padahal besok jabatan sudah usai, pondasi Penjara terbesar di Indonesia itu juga belum terlihat hingga kini" ujar Hidayat (56) warga Kota Prabumulih.
Hidayat mengaku kasihan terhadap warga Kota Prabumulih yang selalu saja disuguhkan dengan janji manis tapi boong. "Dulu kita sempat merasa bahwa Ridho Yahya mampu merubah Kota Prabumulih sebagaimana yang dijanjikan. Terlebih program yang dijanjikan menyangkut hayat hidup orang banyak dan mengarah ke Pendidikan untuk peningkatan SDM dan secara langsung dapat membuka lapangan pekerjaan. Tapi nyatanya Apa?" keluh Hidayat setengah tidak percaya.
Hidayat melanjutkan kala itu masih ingat betul dengan statment Ridho Yahya yang dibacanya melalui media massa terbitan Nasional. Kala itu, Ridho Yahya dengqn percaya diri menyebut bahwa Akamigas Prabumulih merupakan proyek pertama yang diajukan untuk dibangun di Kota Prabumulih. “Akamigas Prabumulih akan menjadi yang kedua di Indonesia nantinya. Begitu, para siswanya kelak tentu bukan hanya dari Prabumulih, akan tetapi dari seluruh Indonesia sesuai kemampuan masing-masing" ujar Hidayat menirukan.
Menyangkut mega proyek pembangunan PEM Akamigas Prabumulih yang bakal menelan anggaran sebesar Rp.112 miliar melalui APBN 2020 yang gagal total saat dikonfirmasi ke Walikota Prabumulih Ridho Yahya mengaku tidak bisa berbuat banyak. Dalam kesempatan wawancara belum lama ini, Ridho bahkan menyalahkan Pergantian Menteri yang begitu cepat sehingga rencana pembangunan Akamigas berlalu begitu saja tanpa bisa ditindaklanjuti oleh Menteri penerus Menteri yang lama kala itu.
"Sebenarnya berbagai upaya telah kita lakukan. Baik melalui lobby melibatkan Gubernur Sumsel dan kemudahan perizinan serta penyediaan lahan untuk proyek pembangunan PEM Akamigas. Namun tampaknya tidak menemui titik terang sebab dalam proses yang begitu genting, disana ada Covid, lalu Pergantian Menteri juga berlangsung saat itu" pungkasnya.
Begitu pengamat Politik dan Kebijakan Publik Kota Prabumulih Pohan Maulana, SE menilai kegagalan pembangunan PEM Akamigas di Kota Prabumulih bukan terletak faktor Covid maupun pergantian menteri. Penyebab gagalnya proyek pembangunan PEM Akamigas di Kota Prabumulih Pohan menilai disebabkan berbagai faktor. Sebagaimana kita ketahui, sebuah proyek seperti konstruksi atau pembangunan bisa berjalan setelah melewati berbagai tahapan, mulai dari perencanaan, studi kelayakan, perancangan, pengadaan dan lainnya.
"Nah, Tahap demi tahap akan saling berkaitan dan keberhasilan proyek dinilai dari kesinambungan antar tahapan tersebut. Penyelenggaraannya juga tidak berdiri tunggal melainkan melibatkan banyak pihak. Selain kurang Lobby, saya menilai Walikota tidak mampu menempatkan bawahannya yang tepat untuk mengurusi rencana Proyek tersebut apalagi anggarannya bersumber dari APBN" ujar Pohan.
Ia mengaku terus mengikuti perkembangan rencana mega proyek ini hingga berujung gagal total alias Gatot. "Yang pertama menurut saya perencanaanya yang buruk. Tahap perencanaan merupakan pondasi dari keberlanjutan proyek. Perencanaan proyek harus memiliki tujuan yang jelas dan bisa dijalankan oleh setiap pihak terkait" paparnya.
Kemudian kata Pohan, penempatan orang yang tidak berkompeten untuk mengurusi proyek yang berakibat Proyek gagal direalisasikan. Lalu adanya komunikasi yang berjalan tidak dengan baik. Selain itu kata Pohan yang mengaku sempat berkomunikasi dengan kementerian ESDM ada juga faktor mengabaikan petunjuk teknis.
"Selain faktor tersebut tadi, ada juga kekeliruan dalam Studi Kelayakan. Ini tentu sangat fatal ketika dalam melakukan studi kelayakan terjadi kekeliruan sehingga salah dalam membuat keputusan. Studi kelayakan menjadi sumber penentu bisa tidaknya proyek dijalankan atau harus dibutuhkan perlakukan khusus. Aspek yang diperhatikan juga sangat luas dan komprehensif. Tak heran jika studi kelayakan bisa mendapat alokasi pendanaan yang besar pada proyek. Saya pikir itu lebih tepatnya, bukan pasal Covid atau pergantian menteri" pungkas Pohan.
