• Jelajahi

    Copyright © POSMETRO.ID
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Kriminal

    Kisah Halal Bihalal Wartawan PBM Nyaris Kisruh Donatur Kabur

    10 April 2025, April 10, 2025 WIB Last Updated 2025-04-10T08:07:57Z
    Masukkan scrip iklan disini


    POSMETRO.ID | PRABUMULIH - Di Jalan Jenderal Sudirman di bawah rindangnya pohon bambu disebuah restoran bergaya lesehan bernama Pondok Bambu menjadi saksi riuhnya canda tawa beberapa Jurnalis Prabumulih siang tadi, Rabu (09/04/2025). Dalam suasana santai namun penuh kejutan, belasan jurnalis dari berbagai media berkumpul dalam acara halal bihalal dadakan yang bisa dibilang seunik isi beritanya.



    Acara ini tak disusun dalam rundown yang rapi. Tak ada undangan resmi, apalagi MC berseragam. Semua bermula dari panggilan telepon sahabat, Raif, yang dengan semangat mengabarkan adanya jamuan makan dari seorang donatur lalu kemudian dibalut menjadi halal bihalal. Informasi bahwa seluruh makan dan minum akan ditanggung, seketika menyebar cepat seperti breaking news yang memicu migrasi mendadak para pemburu berita ke TKP.




    Suasana restoran yang tenang mendadak berubah menjadi semacam forum diskusi santai. Mulai dari pembahasan Roni VS Desri Nago, Kecelakaan Mobil Staff Ahli Walikota hingga maraknya Gudang BBM ilegal di Jalan Lintas Prabumulih - Palembang. Perlahan tapi pasti, disela diskusi santai makanan pembuka seperti pempek, puding dan kue basah tak terasa sudah ludes tak bersisa. 



    Di antara aroma bumbu dapur racikan sang koki dan bunyi gemerisik angin, satu per satu menu pesanan makanan mengalir. Mulai dari menu sederhana seperti pindang patin, pindang tulang, Pindang Salai, Ayam Goreng dan ikan seluang goreng yang renyah, hingga yang menu Sultan Pindang Udang seharga Rp250 ribu seporsi—yang entah kenapa langsung dipesan oleh Cak Song, tanpa pikir panjang.



    Namun canda tawa dari diskusi seketika berubah jadi kecanggungan ketika nota pembayaran tiba di meja. Nominalnya: Rp2.200.000. Padahal sebelumnya, donatur hanya menitipkan dana Rp800 ribu. Wajah-wajah ceria mendadak berubah serius. Beberapa mulai menghitung dengan jari, yang lain mencoba menebak siapa yang paling banyak makan. Dan seperti hukum gravitasi, semua mata akhirnya tertuju pada  Cak Song sang pemesan menu sultan.



    Pasalnya, Cak Song—dengan santai dan penuh kepercayaan diri—memesan Pindang Udang spesial hanya untuk dirinya sendiri, seharga hampir setara dengan empat porsi menu reguler.


    Song pun terlihat gelisah. Antara ingin tersenyum, membela diri, atau... memuntahkan udang yang sudah bersarang di perutnya. Mendengar akan ada sistem patungan, Song semakin tampak dilema. Wajahnya berubah antara ingin membayar, ingin kabur, atau... ingin memuntahkan kembali udang yang tadi disantapnya penuh kenikmatan.



    Di tengah kecanggungan itu, Supri wartawan kawakan dengan cepat mengambil sikap. Ia berdiri, sedikit mengangkat suaranya,


    “Tunggu dulu! Jangan ada yang pulang. Ini tanggung jawab bersama!” tegasnya.


    Sementara itu, ada beberapa yang terlihat mulai mengencangkan tali sepatu, isyarat klasik untuk siap-siap kabur dari tagihan. Supri curiga, meski sambil bercanda, bahwa beberapa kawan memang punya track record menghilang saat momen pembayaran tiba. Suasana makin absurd ketika Topik wartawan yang semula diam mengangkat tangannya dan berkata dengan logat Prabumulih yang kental,


    “Pegilah aku yang mayar, tapi aku nak nangani dulu yang makan Pindang Udang tadi!” ujar Taufik.


    Ledakan tawa pun menggema, seolah-olah beban nota Rp2 juta itu menguap bersama gurauan. Suasana kembali cair, meski kantong masih belum aman.


    Dan tepat saat suasana hampir menuju sesi patungan massal, datang kabar tak terduga. Kawan kita bernama Ray dan ToBoy diam diam berhasil menghubungi donatur yang menitipkan dana tadi. Jawabannya membuat semua lega—ternyata seluruh biaya makan ditanggung sepenuhnya oleh donatur. Dana awal Rp800 ribu hanya uang bensin!



    Seketika, Cak Song yang tadinya tampak terpuruk, berubah ceria. Senyum kembali mengembang, apalagi saat ia menyadari bahwa ia juga sempat memasukkan bungkusan pempek dalam tas kecilnya—oleh-oleh kecil dari drama besar hari itu.



    Halal bihalal yang tadinya direncanakan secara mendadak dan sederhana, justru berakhir sebagai momen penuh cerita. Bukan hanya karena makanan lezat di antara pohon bambu yang menyejukkan, tapi karena hangatnya persahabatan dan humor yang menyatukan para pewarta.



    Dan begitulah kisah hari ini. Bukan hanya tentang halal-bihalal, tapi juga tentang pindang udang, tali sepatu, dan pempek kemenangan*Jun M

    Komentar

    Tampilkan

    Berita Utama