POSMETRO.ID | PRABUMULIH - Warga Perumahan Arda, Kelurahan Karang Raja, Kota Prabumulih, digegerkan oleh dugaan praktik semena-mena yang dilakukan oleh pihak PLN Kota Prabumulih. Pasalnya, pemblokiran KWH meter prabayar milik pelanggan atas nama Riok dilakukan tanpa pemberitahuan resmi, dan ironisnya, tagihan yang dibebankan justru atas nama orang lain.
Masalah ini mencuat pada Senin sore (26/5/2025), saat Riok gagal mengisi ulang token listrik di kediamannya. Setelah mencoba berkali-kali, token tetap tidak bisa dimasukkan. Ia pun menghubungi layanan pengaduan PLN 123. Tak lama, pihak PLN menghubunginya dan menginformasikan bahwa pemblokiran dilakukan karena adanya tagihan lama atas nama Jamil Manap, dengan ID pelanggan 147400381533.
Tagihan tersebut terdiri dari:
Piutang Rekonsiliasi (PRR): Rp 1.376.561
PBJT-TL / PPJ: Rp 132.787
Materai & PPN: Rp 0
Total: Rp 1.509.348
Riok mengaku kaget, sebab ia tidak pernah menerima pemberitahuan baik secara tertulis maupun lisan mengenai tunggakan tersebut. Lebih membingungkan lagi, tagihan tersebut bukan atas namanya, melainkan atas nama pelanggan yang disebut telah berhenti berlangganan sejak 2017.
“Yang aneh, tagihan atas nama orang lain, tapi KWH atas nama saya yang diblokir. Bahkan tanpa pemberitahuan sebelumnya. Ini sangat merugikan dan terkesan ada unsur pemaksaan,” ujar Riok kepada POSMETRO.ID.
Saat mengecek aplikasi PLN Mobile, Riok mendapati bahwa meterannya mengalami perubahan status menjadi pascabayar, meski ia tak pernah mengajukan permohonan tersebut.
Selasa siang (27/5/2025), Riok mendatangi Kantor PLN Kota Prabumulih untuk meminta klarifikasi. Namun, pihak PLN tetap bersikukuh bahwa pemblokiran dilakukan berdasarkan “titik lokasi”, bukan berdasarkan nama pelanggan.
“Mereka bilang yang penting titik lokasi, bukan nama. Tapi yang diblokir itu meteran aktif atas nama saya, bukan atas nama orang sebelumnya,” tegasnya.
PLN kemudian menyerahkan surat resmi bernomor:
0138/UGA.04.01/F114100600/2025
dengan judul "Informasi Tagihan Piutang Ragu-ragu", tertanggal 27 Mei 2025, yang menyatakan bahwa tagihan sebesar Rp 1.509.348 itu adalah tanggungan pelanggan lama.
PLN menawarkan skema cicilan selama 12 bulan, namun dengan syarat salah satu dari dua KWH di rumah Riok diubah ke sistem pascabayar terlebih dahulu. Syarat yang kembali ditolak oleh Riok karena dinilai tidak logis dan tidak didukung aturan hukum yang jelas.
“Ini seperti jebakan. Mereka utak-atik aturan tanpa dasar. Bahkan minta salah satu KWH saya yang masih aktif dan tidak bermasalah diganti ke pascabayar dulu baru bisa cicil. Saya menolak itu,” tegasnya.
Di rumah Riok terdapat dua KWH prabayar, masing-masing dengan daya 450 watt dan 900 watt. Riok menambahkan bahwa pada 2017, almarhum ayahnya memang pernah melakukan migrasi daya, namun semua kewajiban saat itu telah diselesaikan.
“Kalau memang ayah saya masih punya hutang, saya akan lunasi, tapi jangan main blokir KWH aktif saya yang tidak ada kaitannya,” katanya dengan nada kesal sembari mengungkapkan kasus tersebut akan ia bawa ke Ombudsman.
Ditempat terpisah, Kepala PLN ULP Prabumulih Ikhsan saat dikonfirmasi Posmetro mengungkapkan bahwa, apa yang dilakukan pihaknya ke pelanggan tersebut sudah sesuai Role di PLN. Ikhsan mengatakan bahwa pihaknya telah menyampaikan sejelas-jelasnyanya kepada yg bersangkutan serta opsi-opsi penyelesaiannya.
"Hanya saja yang kami tangkap bahwasanya pelanggan yang bersabgkutan masih belum menerima & mengerti apa yang telah kami jelaskan" ujarnya.
Dikatakan, Dalam konteks PLN, piutang ragu-ragu (PRR) merujuk pada piutang dari pelanggan yang belum membayar tagihan listrik dan kemungkinan besar tidak akan membayar. Ini bisa berasal dari:
1. Pelanggan rumah tangga yang sudah lama menunggak pembayaran Tagihan Listrik.
2. Pelanggan bisnis atau industri yang sudah tidak beroperasi.
3. Pemerintah daerah atau instansi yang memiliki keterlambatan pembayaran kronis.
4. Pelanggan yang tidak bisa lagi dihubungi atau keberadaannya tidak diketahui.
dalam hal ini PLN sebagai BUMN diwajibkan melakukan Penagihan PRR yang merupakan salah satu pengelolaan Piutang Ragu-Ragu yang dicatatkan dalam laporan Keuangan suatu perusahaan.
Masyarakat atau Pelanggan PLN perlu mengetahui bahwa PLN menandatangani kontrak layanan (seperti sambungan listrik) berdasarkan lokasi atau alamat atau persil, bukan berdasarkan orang (pribadi).
1. Tagihan Listrik Melekat pada Persil
Jika seseorang pindah rumah, dan pemilik sebelumnya menunggak tagihan, maka tunggakan itu tetap melekat pada persil (alamat tersebut). Pemilik baru harus menyelesaikan tunggakan dulu agar bisa menyambung listrik kembali.
2. Kontrak Bukan Personal
Walau dalam data pelanggan tercatat nama pengguna (pemohon sambungan), kontrak tetap dianggap berbasis lokasi (persil), bukan sepenuhnya berbasis individu.
3. Alih Kepemilikan
Jika ada perubahan kepemilikan bangunan/tanah, maka : Pemilik baru harus melakukan balik nama, tetapi tunggakan lama tetap harus dilunasi, karena tanggungan listrik bersifat melekat pada unit layanan (persil), bukan pada orangnya.
Jika ada Pelanggan PLN yang akan melakukan pelunasan PRR, PLN menyediakan 2 skema pelunasan yaitu melalui skema pelunasan penuh (FULL) atau melalui skema pelunasan CICIL dengan rentang waktu cicil yang disesuaikan dengan batas kewajaran serta sesuai dengan peraturan pada perusahaan dalam hal ini PLN.
Begitu Riok (Pelanggan yang dirugikan-red) mengaku tidak terima dengan semua aturan yang tidak masuk logika tersebut dan memutuskan untuk mengadukannya ke YLKI dan Ombudsman RI karna dinilai telah terjadi Maladministrasi serta merugikan konsumen. "Kita ini tinggal di Negara yang menganut Demokrasi dan berasaskan Pancasila. Bukan soal nilai hutangnya, tapi setidaknya surati dulu dong pelanggannya, jangan langsung main blokir-blokir. Polisi mau nangkap tersangka saja pakai surat penangkapan" ungkapnya kesal.