Oleh: Jun Manurung
Pemimpin Redaksi
Sebuah laporan investigatif internasional yang dirilis oleh OCCRP (Organized Crime and Corruption Reporting Project) kembali mengundang perhatian dunia, khususnya India. Laporan itu mengungkap dugaan praktik manipulasi saham oleh Adani Group, salah satu konglomerat terbesar India yang dikenal memiliki kedekatan dengan Perdana Menteri Narendra Modi.
Dalam laporan yang juga dipublikasikan oleh The Guardian dan Financial Times, disebutkan bahwa dua investor asing yang memiliki hubungan dekat dengan keluarga Adani secara diam-diam membeli saham perusahaan melalui perusahaan cangkang di Mauritius. Langkah ini diduga dilakukan untuk menggelembungkan nilai saham dan menciptakan kesan kepercayaan investor global — meskipun jika terbukti benar, bisa dianggap melanggar peraturan pasar modal India.
Mereka menyebut laporan itu sebagai “upaya sistematis untuk melemahkan reputasi India dan perusahaan-perusahaan unggulannya.” Pemerintah India melalui sejumlah tokohnya juga menyebut bahwa laporan ini memiliki motif tersembunyi, bahkan mengarah pada intervensi asing dalam dinamika politik domestik.
Yang menarik, nama George Soros kembali disebut, terutama oleh pihak berkuasa di India. Pendiri Open Society Foundations itu dikenal mendanai organisasi-organisasi yang berfokus pada transparansi, hak asasi, dan demokrasi — termasuk OCCRP. Beberapa politisi India menuding bahwa tokoh oposisi seperti Rahul Gandhi adalah “bayangan Soros” di dalam negeri, menciptakan narasi bahwa kritik terhadap pemerintah merupakan bagian dari skenario besar yang digerakkan oleh aktor global.
Namun, perlu diingat: mengungkap dugaan korupsi dan konflik kepentingan tidak bisa serta-merta dianggap sebagai serangan terhadap kedaulatan negara. Justru ini seharusnya menjadi bahan introspeksi bahwa dalam era globalisasi, transparansi dan akuntabilitas harus menjadi standar bersama — apapun warna politiknya.
Pertanyaannya kini:
- Akankah laporan ini mendorong reformasi dan penyelidikan yang adil di India?
- Ataukah akan kembali tenggelam di antara teriakan politisasi dan tuduhan subversif?
Waktu yang akan menjawab. Tapi bagi publik, hak atas informasi tetap menjadi pilar utama demokrasi — baik di India, maupun di belahan dunia lain seperti Indonesia.