POSMETRO. ID | BANYUASIN
Pangkalan Balai— Sidang lanjutan perkara dugaan pemalsuan surat duplikat kutipan akta nikah dengan terdakwa Ernaini binti Syaroni kembali digelar di Pengadilan Negeri Pangkalan Balai, Senin (28/7/2025). Agenda persidangan kali ini menghadirkan saksi ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Dr. Muhamad Arif Setiawan, SH, MH, untuk memberikan keterangan terkait aspek hukum dalam kasus tersebut.
Dalam perkara bernomor 105/Pid.B/2025/PN Pkb itu, saksi ahli menjelaskan bahwa pihak yang memberikan informasi hingga terbitnya surat duplikat akta nikah dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.
“Ahli menjelaskan bahwa siapa pun yang memberikan informasi hingga terbitnya duplikat akta nikah bisa dikenakan pertanggungjawaban pidana. Dalam hal ini, Ernaini berperan aktif memberikan informasi tersebut,” ujar kuasa hukum pelapor, Hj. Titis Racmawati, SH, MH, CLA, kepada wartawan usai persidangan.
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Vivi Indrasusi Siregar, bersama dua hakim anggota Hari Muktyono dan Syarifa Yana, mengungkap bahwa keterlibatan Ernaini dalam proses permohonan dan penerbitan dokumen menjadi sorotan utama. Bahkan, saksi ahli menyatakan kemungkinan munculnya tersangka baru dari kalangan pegawai KUA.
“Dari keterangan ahli, bisa saja pemohon duplikat atau kepala KUA ikut bertanggung jawab. Apalagi disebutkan kepala KUA juga mencari dokumen pendukung saat proses penerbitan,” lanjut Titis.
Selain itu, Titis menyoroti inkonsistensi keterangan Ernaini dengan para saksi sebelumnya, serta tidak adanya bukti sah terkait pernikahan tahun 2009 yang menjadi dasar penerbitan duplikat akta.
"Keterangannya hanya sebatas pengakuan lisan, tidak ada dokumen valid yang menunjukkan bahwa pernikahan itu benar-benar tercatat secara resmi," tegas Titis.
Sebaliknya, kuasa hukum terdakwa, Wendi Aprianto, SH dari Kantor Hukum Alamsyah Hanafiah & Rekan, menyampaikan bahwa unsur pasal 263 dan 266 KUHP yang digunakan untuk menjerat kliennya belum terpenuhi secara hukum.
“Ahli menjelaskan bahwa unsur pasal 266 mengharuskan adanya pemohon. Sementara dalam perkara ini, yang tercatat sebagai pemohon adalah H. Basir, yang kini sudah meninggal,” jelas Wendi.
Ia juga menambahkan bahwa berdasarkan keterangan saksi fakta, saksi kunci, dan kepala KUA, dokumen duplikat tersebut dinyatakan sah dan bukan merupakan hasil rekayasa.
“Duplikat itu dinyatakan asli oleh saksi fakta, saksi kunci, dan kepala KUA. Jadi, jika pun ada kesalahan, pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban sudah meninggal dunia,” pungkasnya.
Sidang akan kembali dilanjutkan dalam waktu dekat dengan agenda mendengarkan keterangan saksi lainnya. Kasus ini terus menjadi sorotan karena menyangkut keabsahan dokumen negara dan potensi pelanggaran hukum administratif serta pidana.
Editor: Arie