POSMETRO.ID | SURABAYA – Solidaritas Pemuda-Mahasiswa Merah Putih (SPM-MP) Jawa Timur menilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Surabaya 2025 sarat pemborosan dan penyimpangan yang berpotensi merugikan daerah hingga ratusan miliar rupiah.
Dalam aksinya di Balai Kota Surabaya, Kamis (25/9/2025), massa SPM-MP juga menyerahkan dokumen investigasi ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan Polda Jatim. Dokumen tersebut berisi rincian pos anggaran yang dinilai janggal, mulai dari perjalanan dinas, jamuan makan, hingga pengelolaan utang daerah dengan bunga tinggi.
Koordinator SPM-MP, A. Sholeh, menyebut perjalanan dinas luar negeri pejabat Surabaya menjadi salah satu anggaran paling bermasalah. Anggaran yang tercatat mencapai Rp8,6 miliar dengan tarif harian melebihi Standar Biaya Masukan (SBM) Kementerian Keuangan 2025.
“Di Denmark, misalnya, APBD mencatat Rp11,7 juta per hari, sementara standar nasional hanya Rp9,5 juta. Di Finlandia selisihnya Rp3 juta, dan di Swedia Rp1,4 juta per orang per hari. Hanya dari selisih tarif ini saja, potensi pemborosan sudah mencapai puluhan miliar,” ungkap Sholeh.
Tak hanya itu, SPM-MP juga menyoroti anggaran jamuan dan konsumsi pejabat. Tercatat Rp6,3 miliar dialokasikan untuk 28 ribu paket jamuan pejabat eselon, padahal jumlah pejabat eselon II di Surabaya hanya sekitar 30 orang. Selain itu, tercatat pula 557 ribu paket makan lapangan senilai Rp15,3 miliar, sementara jumlah ASN Surabaya hanya 10.877 orang.
“Artinya ada ratusan ribu paket makan yang tidak jelas penerimanya,” tegasnya.
Keanehan juga ditemukan pada pos belanja sewa perlengkapan acara. Pemkot Surabaya tercatat menyewa lebih dari 5.000 unit kipas angin senilai Rp1,3 miliar, 2.000 sound system senilai Rp3,3 miliar, serta ribuan unit tenda dan panggung dengan luas setara belasan lapangan sepak bola.
“Ini angka yang sama sekali tidak realistis. Ada indikasi penggelembungan volume secara sistematis,” kata Sholeh.
SPM-MP juga mengkritisi pengelolaan utang daerah senilai Rp513 miliar. Pinjaman yang dijanjikan untuk pembangunan infrastruktur justru tidak tercatat dalam belanja modal, sementara alokasi barang dan jasa justru meningkat.
“Lebih ironis lagi, Pemkot memilih pinjaman dengan bunga 13,7 persen dari bank daerah, jauh lebih tinggi dibandingkan bunga pinjaman BUMN yang hanya 6,5–7 persen,” jelas Sholeh.
Sholeh menegaskan, APBD 2025 penuh penyimpangan, mulai dari plesiran pejabat hingga pengelolaan utang berbunga tinggi.
“Semua ini jelas merugikan rakyat Surabaya. Kami mendesak Kejati dan Polda segera mengusut tuntas, dan Wali Kota Eri Cahyadi harus bertanggung jawab,” pungkasnya.
(Redho)