POSMETRO.ID | LAMONGAN – Di balik headline berita yang menyoroti tragedi mutilasi Tiara Angelina Saraswati, tersimpan kisah getir seorang ayah yang kini hidupnya seperti runtuh. Ia adalah Setiawan Darmadi, sosok sederhana yang selama ini hanya dikenal warga sekitar lewat gerobak sempolnya yang setia mangkal di depan Masjid Agung Lamongan.
Bagi banyak orang, Tiara hanyalah nama korban dalam kasus pembunuhan sadis. Tetapi bagi Darmadi, Tiara adalah alasan mengapa setiap tetes keringatnya tidak pernah sia-sia.
Darmadi dan istrinya bukan orang berada. Mereka banting tulang dari jualan es tebu hingga akhirnya beralih ke sempol, mencari keuntungan sedikit lebih baik demi masa depan dua buah hatinya. Tiara, putri sulung yang baru saja meraih gelar sarjana, menjadi kebanggaan keluarga. Adiknya, Rani, masih duduk di bangku SMA.
“Semua kerja keras itu untuk mereka,” begitu sering ia ucapkan kepada tetangga. Gerobak sempol sederhana itu bukan sekadar alat mencari nafkah, melainkan simbol perjuangan dan cinta seorang ayah.
Namun, perjuangan itu terhenti seketika. Kabar mengenaskan datang dari Mojokerto: potongan tubuh Tiara ditemukan. Hati ayah mana yang tak luluh mendengar kenyataan pahit seperti itu? Darmadi dan istrinya segera bergegas ke lokasi, meninggalkan rumah dan seorang anak yang masih memerlukan pelukan mereka.
Rani, sang adik, sempat tinggal sendiri di rumah sederhana di Desa Made, Lamongan. Syok dan duka membuatnya terpaku, hingga akhirnya dijemput sang paman. Rumah itu yang biasanya ramai dengan canda keluarga kini berubah sunyi, hanya sesekali didatangi perangkat desa yang datang untuk menyampaikan belasungkawa.
Gerobak sempol yang biasanya ramai pembeli di depan Masjid Agung Lamongan kini teronggok sepi. Pemiliknya sedang tenggelam dalam labirin duka, berusaha menguatkan diri untuk mengumpulkan potongan tubuh putrinya yang tak lagi utuh.
Duka itu bukan sekadar kehilangan, tapi juga menyisakan luka yang sulit sembuh. Satu anak pergi untuk selamanya dengan cara yang tragis, satu lagi harus menanggung kesedihan dalam usia belia.
Kisah keluarga Darmadi adalah potret nyata bagaimana sebuah keluarga sederhana yang kokoh bisa hancur hanya dalam sekejap, akibat ulah seseorang yang kehilangan nurani.
Kini, Lamongan bukan hanya mengenang Tiara sebagai korban mutilasi. Tetapi juga mengenang sebuah keluarga yang patah hati, seorang ayah yang kehilangan semangat, dan sebuah gerobak sempol yang menjadi saksi bisu perjalanan cinta, kerja keras, sekaligus duka yang tak berkesudahan.