POSMETRO.ID | MUARA ENIM – Program Bimbingan Teknis (Bimtek) aparatur pemerintahan desa yang digelar di Hotel Santika Premier Palembang oleh Forum Kepala Desa Kabupaten Muara Enim kini menuai sorotan tajam.
Kegiatan yang berlangsung sejak 1 hingga 8 Oktober 2025 dan diikuti sekitar 246 kepala desa dalam dua gelombang itu, disebut-sebut menjadi ajang pemborosan anggaran dan rawan penyimpangan.
Informasi yang dihimpun POSMETRO.ID menyebutkan, setiap desa diwajibkan menyetor Rp 5,5 juta per peserta kepada panitia penyelenggara. Ironisnya, sejumlah kepala desa dikabarkan tidak hadir di lokasi kegiatan, namun iuran atau setoran tetap dipungut.
Praktik ini dinilai bertolak belakang dengan semangat efisiensi dan penghematan anggaran yang tengah digalakkan oleh pemerintah pusat.
“Banyak kepala desa yang tidak hadir tapi setoran tetap diambil. Kalau dikalikan 246 desa, jumlahnya bisa miliaran rupiah. Padahal pemerintah saat ini sedang menekankan efisiensi belanja daerah,” ungkap salah satu sumber internal di Hotel Santika.
Pihak Kejaksaan Negeri Muara Enim pun diminta turun tangan menelusuri aliran dana pelaksanaan kegiatan tersebut, termasuk potensi penyimpangan dalam pelaksanaannya.
Beberapa pengamat menilai, kegiatan semacam ini kerap menjadi “ladang basah” berkedok peningkatan kapasitas aparatur desa, namun hasilnya tidak sebanding dengan besarnya biaya.
“Sudah ratusan kepala desa di Sumsel yang tersangkut kasus korupsi meski rutin ikut Bimtek. Artinya pelatihan seperti ini tak memberi efek nyata terhadap peningkatan integritas maupun tata kelola keuangan desa,” kata Pohan Maulana, SE, seorang pemerhati kebijakan publik yang dimintai tanggapan.
Menanggapi sorotan tersebut, Ketua Forum Kepala Desa Kabupaten Muara Enim, Muslim, menegaskan bahwa kegiatan Bimtek dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Kegiatan bimbingan teknis aparatur pemerintah desa diatur dalam Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 (perubahan Nomor 3 Tahun 2024), Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Keuangan Desa, dan AD/ART Forum Kepala Desa Kabupaten Muara Enim,” jelas Muslim kepada Posmetro.id, Rabu (9/10/2025).
Muslim menegaskan bahwa setiap desa telah menganggarkan biaya Bimtek melalui APBDes masing-masing, dan pelaksanaannya tidak menyalahi aturan.
“Semua desa sudah menganggarkan kegiatan Bimtek. Kami sangat transparan, di setiap kantor desa terpampang baliho anggaran dana agar masyarakat tahu penggunaannya,” ujarnya.
Ia juga menolak tudingan bahwa kegiatan ini hanya untuk mencari keuntungan dan dengan tegas mengungkapkan bahwa ia juga seorang Kontraktor.
“Saya ini kontraktor dan petani. Soal uang desa, tidak ada yang diselewengkan. Semua diatur dalam regulasi. Kalau ada kepala desa menyimpang, siap masuk penjara,” tegasnya.
Muslim bahkan membandingkan biaya Bimtek di daerah lain yang disebut lebih besar.
“Coba cek di Lahat, Muba, atau OKU, biaya Bimtek bisa Rp 7 juta per peserta. Kita di Muara Enim lebih kecil,” katanya.
Namun, hingga berita ini diturunkan, Muslim yang juga Kepala Desa Aur Duri itu belum memberikan penjelasan terkait rincian penggunaan dana, pihak penyelenggara kegiatan, serta mekanisme kerja sama dengan pihak hotel, dengan alasan sedang menunaikan ibadah dan menghadiri takziah.
Sementara itu, sejumlah pemerhati kebijakan publik meminta Kejaksaan Negeri Muara Enim bersama Inspektorat Daerah menelusuri lebih jauh pelaksanaan kegiatan yang berpotensi merugikan keuangan desa tersebut.
Mereka menilai, anggaran sebesar itu seharusnya bisa diarahkan ke program prioritas desa seperti pemberdayaan ekonomi warga, penurunan angka kemiskinan, dan perbaikan infrastruktur dasar.
Bimtek berulang-ulang tanpa output jelas hanya jadi formalitas. Kalau setiap tahun kepala desa ikut pelatihan, tapi tetap banyak yang tersangkut kasus korupsi, artinya sistem pembinaan aparatur desa gagal total,” tegas salah satu aktivis antikorupsi di Sumsel.
Masyarakat pun menanti langkah cepat dari aparat penegak hukum untuk memastikan kegiatan serupa ke depan benar-benar bermanfaat dan sesuai semangat efisiensi anggaran nasional.