• Jelajahi

    Copyright © POSMETRO.ID
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Kriminal

    Gaduh di "Santunan" Pertamina Prabumulih

    27 Maret 2025, Maret 27, 2025 WIB Last Updated 2025-03-27T08:22:57Z
    Masukkan scrip iklan disini


    POSMETRO.ID | PRABUMULIH - Jarum jam menunjukkan pukul 12.00 WIB. Sang mentari yang tepat berada di atas kepala menambah cobaan Supri untuk mempertahankan puasanya hari ini. Keringat yang mengalir di pelipisnya ia hapus dengan lengan baju, sementara langkah kakinya tak berhenti serupa jari tangannya yang sibuk membalas pesan masuk di WhatsApp (WA) menuju sepeda motornya untuk segera bergegas meluncur ke Pertamina.



    "Iya segera luncur" balasnya di WA sembari menyalakan sepeda motor Honda Beat Matic generasi ke 2 Tahun 2012 miliknya. Meski suara stater motor yang berisik dan kadang mogok di tengah jalan namun berbagai kisah perjalanan dan perkembangan dinamika ditengah masyarakat, motor tersebut menjadi saksi bisu perjuangannya sebagai seorang jurnalis. Dari panas terik hingga hujan deras, dari buntu hingga bekipas, hingga perubahan nomenklatur PT Pertamina ke PHR Zona 4, motor tua itu selalu menemani langkahnya memburu berita. Tak terhitung berapa kali ia harus berhenti di pinggir jalan karena mesin yang tiba-tiba mati, tetapi semangatnya untuk terus menggali informasi tak pernah padam.



    Motor tua itupun melaju menembus macetnya arus lalu lintas di Pasar Prabumulih. Lampu merah simpang 4 ia tembus menghindari panas terik menyengat siang itu untuk mempertahankan puasanya agar berjalan sukses hingga beduk sore nanti dapat berbuka. 



    Lampu sen kanan motor berwarna biru dipadu warna putih itupun menyala menandakan ia sudah hampir sampai di Pertamina. Bak Marc Marques 93, ia langsung berbelok patah ke pintu gerbang Perusahaan pelat merah yang sempat viral kasus Pertamax Oplos yang merugikan negara Ratusan Triliun Rupiah. 



    Tiba di lingkungan Pertamina, para rekan kuli tinta lainnya tampak membentuk kelompok-kelompok kecil. Wajah-wajah mereka terlihat serius, beberapa bahkan tampak gusar. Ditengah kekecewaan, mereka mempertanyakan kebijakan Pertamina yang dinilai tidak adil dalam memberikan santunan kepada pekerja media independen Prabumulih. 


    Beruntungnya, Supri terdaftar sebagai penerima santunan. Begitu ia juga merasa tidak enak hati karena salah seorang sahabatnya tidak terdaftar sebagai penerima. Alhamdulillahnya lagi sahabatnya sangat berbesar hati. "Sudah tak apa, tak usah dipikirkan. Yuk kita kemana lagi siang ini" tegas rekan sejawat Supri seraya menepuk bahunya menandakan untuk segera bergegas dari sana. 



    Diluar ruangan hingga di grup WA beberapa rekanan kuli tinta terlihat gaduh mempertanyakan keadilan dan kebijakan yang tidak jelas yang dikeluarkan oleh Pertamina Prabumulih.


    "Ini bukan soal nominal, tapi soal penghargaan dan keadilan," ujar seorang rekanan yang pernah terlibat di Anugerah Jurnalis Pertamina (AJP) 2023 dengan nada geram.



    Mendengar itu Supri mengangguk pelan. Ia memahami betul kekecewaan yang dirasakan oleh rekan-rekannya. Beberapa waktu lalu, kabar bahwa Pertamina memberikan santunan kepada pekerja media beredar di kalangan mereka. Namun, siapa sangka, tidak semua mendapatkannya. Hanya segelintir orang yang dipilih tanpa ada kejelasan kriteria.



    Semula, sebagian rekanan mengira bahwa ini hanyalah kesalahpahaman. Namun, seiring waktu, fakta di lapangan justru memperkuat dugaan adanya sistem yang tidak transparan.



    "Ada yang dapat, ada yang tidak. Kalau memang ada santunan, kenapa tidak diumumkan terbuka? Kenapa hanya sebagian?" tanya rekanan lain yang sudah mulai kelelahan dalam diskusi kecil di lingkungan Pertamina.



    Kegaduhan pun semakin menjadi karena sebagian merasa tidak dihargai memilih bersikap diam, tetapi ada pula yang terang-terangan menyuarakan keberatan mereka.



    Pertamina, yang menjadi sorotan dalam polemik ini, hingga kini masih bungkam. Tidak ada satu pun pernyataan resmi yang bisa menjernihkan suasana. Sementara itu, di berbagai Grup WA, obrolan tentang santunan yang tidak merata terus bergulir.



    Bagi sebagian rekanan, pemberian santunan ini seharusnya menjadi bentuk apresiasi atas kerja jurnalistik mereka. Namun, ketika hanya segelintir yang menerima, maka hal ini justru menimbulkan kecurigaan.



    “Apakah karena kedekatan dengan pihak tertentu? Atau memang ada pertimbangan lain yang tidak pernah dijelaskan?" celetuk seorang penulis feature di Kota Prabumulih yang sejak tadi hanya mendengar pembicaraan.



    Waktu terus berjalan. Matahari perlahan condong ke barat, tetapi suasana di lingkungan kuli tinta masih dipenuhi tanda tanya. Tanpa kejelasan dari Pertamina, kegaduhan ini mungkin akan terus berlanjut.



    Di tengah kekecewaan, Supri hanya bisa menghela napas. Sambil melirik jam tangannya, ia menyadari bahwa puasa hari ini bukan hanya soal menahan haus dan lapar, tetapi juga menahan amarah atas ketidakadilan yang dirasakan rekan-rekannya. *Jun

    Komentar

    Tampilkan

    Berita Utama