• Jelajahi

    Copyright © POSMETRO.ID
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Kriminal

    Konflik Memanas, Wakil Bupati Sidoarjo Ancam Laporkan Bupati ke Kemendagri

    23 September 2025, September 23, 2025 WIB Last Updated 2025-09-23T04:04:46Z
    Masukkan scrip iklan disini


    POSMETRO.ID | SIDOARJO – Belum genap satu tahun memimpin Kabupaten Sidoarjo, hubungan antara Bupati Subandi dengan Wakil Bupati Mimik Idayana kembali menjadi sorotan publik. Dinamika keduanya kerap mencuat dan memicu spekulasi soal adanya keretakan di tubuh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo.



    Terbaru, Mimik bahkan berencana melaporkan Subandi ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Laporan itu buntut dari mutasi aparatur sipil negara (ASN) yang dinilai tidak sesuai aturan.



    Kabar tersebut turut mendapat perhatian dari tokoh pemuda Sidoarjo, Bramada Pratama Putra, S.H., CPLA, yang juga menjabat Ketua Harian YALPK GROUP sekaligus Founder Lembaga Bantuan Hukum Subang Larang.



    Menurut Bramada, ada sejumlah persoalan krusial yang tengah bergulir di Pemkab Sidoarjo, di antaranya:



    Ketegangan antara Bupati dan Wakil Bupati bukan lagi isu baru. Friksi sejak awal masa jabatan kini tumbuh menjadi konflik terbuka yang memengaruhi kinerja pemerintahan. Beberapa kebijakan strategis dilaporkan diambil sepihak, tanpa koordinasi antarpimpinan daerah.



    Keputusan penting, seperti rotasi pejabat, program prioritas, hingga pengelolaan anggaran, kerap menimbulkan polemik internal. Situasi ini menciptakan atmosfer birokrasi yang tidak kondusif. ASN terjebak dalam kebingungan arah komando, bahkan tak jarang menjadi korban tarik-menarik politik praktis.



    Salah satu prinsip utama dalam good governance adalah transparansi. Namun, kondisi kepemimpinan yang tidak solid membuat prinsip tersebut nyaris hilang.



    Bramada menilai, banyak kebijakan di Sidoarjo yang tidak disosialisasikan dengan baik, tidak dibahas secara terbuka, bahkan tidak tercatat dalam dokumen perencanaan yang bisa diakses publik. Ketidakjelasan peran Bupati dan Wakil Bupati membuat jalannya kebijakan kerap tanpa kejelasan legal formal.



    Dampaknya, partisipasi masyarakat dan pengawasan publik melemah. Warga, media, hingga lembaga pengawas kesulitan memantau proses pengambilan keputusan. Akibatnya, kebijakan menjadi tidak efektif dan rawan penyalahgunaan wewenang.



    Bukan hanya transparansi yang terganggu, akuntabilitas pemerintahan pun ikut tergerus. Ketika pemimpin saling tidak percaya dan bekerja tanpa sinergi, publik kesulitan menuntut pertanggungjawaban yang jelas.



    Hal ini diperparah dengan absennya mekanisme penyelesaian konflik yang memadai di tingkat lokal. Alhasil, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah menurun. Persepsi publik terhadap pimpinannya bergeser—dari pelayan rakyat menjadi pihak yang sibuk bertikai demi kepentingan politik.



    Permasalahan ini bukan sekadar konflik personal. Ia mencerminkan kelemahan sistem politik lokal, di mana pasangan kepala daerah dipilih dalam satu paket politik, meski tidak selalu memiliki kesamaan visi dan etos kerja.



    Menurut Bramada, DPRD perlu lebih aktif berperan dalam mediasi dan pengawasan, sementara Kemendagri juga harus turun tangan agar roda pemerintahan tidak semakin lumpuh. Di sisi lain, partisipasi masyarakat dan peran media dalam mendorong transparansi harus terus diperkuat.



    Konflik antara Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo menunjukkan bagaimana hubungan personal yang buruk dapat melumpuhkan tata kelola pemerintahan. Di tengah tuntutan publik akan kepemimpinan yang bersih dan responsif, konflik internal seperti ini harus segera diselesaikan.



    “Pemerintahan bukanlah panggung politik. Ia adalah instrumen untuk melayani rakyat. Jika pemimpinnya tidak akur dan tidak jelas arah kerjanya, maka masyarakatlah yang akan menjadi korban,” tegas Bramada.

    (Redho)

    Komentar

    Tampilkan

    Berita Utama