JAKARTA – Gelombang aksi mahasiswa, buruh, dan rakyat yang berlangsung sejak 25 hingga 31 Agustus 2025 menjadi luapan kekecewaan atas berbagai praktik penyalahgunaan kekuasaan. Salah satu sorotan datang dari Aktivis Muda Nasional, Muhammad Fithrat Irfan, yang menuding sejumlah pejabat dan politisi terlibat dalam praktik politik uang dan suap.
Menurut Irfan, kemarahan rakyat tidak lepas dari akumulasi kekecewaan terhadap para pejabat yang dianggap menindas rakyat. Ia menyebut sejumlah nama publik figur yang kini menjadi politisi, seperti Ahmad Syahroni dan Nafa Urbach (Partai NasDem), Uya Kuya serta Eko Patrio (Partai Amanat Nasional), hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani.
“Mereka pantas mendapatkan kemarahan rakyat atas tabungan perbuatan mereka kepada Rakyat Indonesia. Mereka semua membungkam media, bermain dengan influencer, tapi amarah rakyat tak bisa dibendung,” ujar Irfan.
*Desak Presiden Tindak Tegas Kader Sendiri*
Dalam pernyataannya, Irfan juga menyinggung kasus dugaan suap 95 senator DPD RI. Ia menuding Menteri Hukum RI, Supratman Andi Agtas, kader Partai Gerindra, terlibat dalam transaksi suap yang disebut bertujuan meloloskan putranya, Abcandra Muhammad Akbar Supratman, hingga terpilih sebagai Wakil Ketua MPR RI dari unsur DPD.
“Seharusnya Menteri Hukum itu menegakkan hukum, bukan malah melanggar hukum itu sendiri. Tolong Bapak Presiden Prabowo Subianto juga adil kepada rakyat Indonesia, menindak tegas tanpa pandang bulu walaupun itu kader partainya sendiri,” tegas Irfan.
Ia menyebut ada keterlibatan beberapa anggota DPD RI lain yang berafiliasi dengan Gerindra, serta menuding adanya penyalahgunaan instrumen negara.
“Transaksional suap DPD RI itu juga menyalahgunakan instrumen negara: oknum staf Kementerian Hukum, oknum Marinir Angkatan Laut, dan juga oknum perwira tinggi Polri. Ini harus diusut, siapa yang memerintahkan mereka!” kata Irfan.
*Politik Uang Bernilai Jutaan Dolar*
Lebih lanjut, Irfan menyebut politik uang dalam pemilihan pimpinan DPD melibatkan nominal jutaan dolar Amerika Serikat (USD) dan dolar Singapura (SGD).
“Pimpinan Ketua DPD RI terpilih Sultan Bachtiar Nadjamudin dan anak Menteri Hukum Republik Indonesia, Abcandra Muhammad Akbar Supratman, mereka semuanya bermain money politik suap,” ungkapnya.
Irfan bahkan menuding mantan Menteri Kelautan dan Perikanan era SBY, Fadel Muhammad Al-Haddar, ikut dalam praktik tersebut meski akhirnya berada di pihak yang kalah.
*Teror dan Pembungkaman Media*
Irfan juga mengaku mendapat berbagai bentuk teror akibat suaranya dalam mengungkap kasus ini. Ia menuding ada pihak yang mencoba membungkam media dengan cara menyuap agar pemberitaan terkait suap DPD tidak dipublikasikan.
“Saya, istri, dan keluarga istri saya mendapatkan banyak teror terkait kasus ini mengatasnamakan ‘Bima dari Cyber Polri’. Selain itu, saya mendapat kiriman perlengkapan jenazah yang lengkap,” ungkap Irfan.
Ia menambahkan, media yang berani menayangkan pemberitaan soal suap 95 senator juga mengalami intimidasi, bahkan ditawari imbalan Rp1 juta untuk setiap berita yang diturunkan.
*Seruan Reformasi dan Dukungan untuk Presiden*
Irfan menegaskan tuntutannya agar Presiden Prabowo Subianto bertindak tegas melakukan pembersihan di tubuh pemerintahan.
“Kejadian kemarin merupakan contoh amarah rakyat yang tak bisa dibendung. Kita mendukung Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan reformasi besar-besaran tanpa perlu rakyat bertumpah darah,” ujarnya.
Ia juga menyerukan kepada mahasiswa, aktivis, dan rakyat untuk tetap menjaga kemurnian gerakan.
“Ada yang mencoba menyusupi kami untuk melengserkan presiden, tapi kami berusaha kuat menjaga tuntutan agar tetap murni demi perbaikan negeri ini,” jelasnya.
*Respons Gerindra*
Melalui kuasa hukumnya, Aziz Yanuar SH, Irfan sempat membangun komunikasi dengan Wakil Ketua DPR RI sekaligus Ketua Harian DPP Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad.
“Ketua Harian DPP Partai Gerindra itu menyampaikan pesan khusus, mengapresiasi tindakan Irfan untuk bantu dan andil dalam tindak tegas korupsi di Indonesia. Sufmi Dasco Ahmad menyesalkan adanya pihak-pihak tertentu yang mencatut dan menjual namanya untuk kepentingan yang tidak betul,” terang Aziz.
Irfan menyatakan pihaknya menunggu sikap resmi dari Dasco maupun Presiden Prabowo Subianto.
“Kami para aktivis, mahasiswa, rakyat Indonesia menuntut reformasi serta evaluasi besar-besaran di semua sektor pemerintahan. Dengarkan kami, Pak, suara rakyatmu yang murni ini,” tutupnya.
Narasumber: M. Fithrat Irfan
Pewarta: Fadly