Antara yang katarak dan benderang, yang bertolak dan terdampar
di atas catatan-catatan kesaksian mawar yang terbakar,
aku melihat seekor kupu-kupu hitam melesat terbang
dari belukar yang hanya bisa diyakini dalam fikiran
Ia hinggap di tanggul airmata yang kubangun sepanjang
jam-jam persulanganku dengan hikayat batu-batu pendiam
penuh relief-relief leluhur yang tak bosan menjaring lingkaran bulan.
Sedangkan aku takut, ia juga mengencani sesuatu, menghapus
yang asfar dan ungu, yang sungguh teramat sulit bisa kumaafkan
Bayangkan : keremangan yang membelit pembacaan
tentang hulu rasa yang lapang, yang kini dipenuhi putaran suara gasing
dilepas sayap-sayapnya di waktu silam, pun belum tercerahkan
Aku ingin setiap bilah kesabaran mampu kupancang
masih menjadi hujan, atau auman, atau katakanlah
cahaya fosfor kunang-kunang. Agar ia segera pergi
dari muasal keruh yang tiba-tiba berkehendak abadi
menempel pada sepasang pelepah bibir nurani
Penyair mengendus hawa kematian
tersimpan pada ruas sayap-sayapnya yang hitam. Sementara
orang-orang bilang : mereka tak pernah melihat sesuatu apa pun terbang
di sela-sela percakapan, di celah-celah peristiwa, dan
semesta gemerisik kerikil di balik kaki-kaki waktu
yang berjalan
#ArwintoSyamsunuAjie
di atas catatan-catatan kesaksian mawar yang terbakar,
aku melihat seekor kupu-kupu hitam melesat terbang
dari belukar yang hanya bisa diyakini dalam fikiran
Ia hinggap di tanggul airmata yang kubangun sepanjang
jam-jam persulanganku dengan hikayat batu-batu pendiam
penuh relief-relief leluhur yang tak bosan menjaring lingkaran bulan.
Sedangkan aku takut, ia juga mengencani sesuatu, menghapus
yang asfar dan ungu, yang sungguh teramat sulit bisa kumaafkan
Bayangkan : keremangan yang membelit pembacaan
tentang hulu rasa yang lapang, yang kini dipenuhi putaran suara gasing
dilepas sayap-sayapnya di waktu silam, pun belum tercerahkan
Aku ingin setiap bilah kesabaran mampu kupancang
masih menjadi hujan, atau auman, atau katakanlah
cahaya fosfor kunang-kunang. Agar ia segera pergi
dari muasal keruh yang tiba-tiba berkehendak abadi
menempel pada sepasang pelepah bibir nurani
Penyair mengendus hawa kematian
tersimpan pada ruas sayap-sayapnya yang hitam. Sementara
orang-orang bilang : mereka tak pernah melihat sesuatu apa pun terbang
di sela-sela percakapan, di celah-celah peristiwa, dan
semesta gemerisik kerikil di balik kaki-kaki waktu
yang berjalan
#ArwintoSyamsunuAjie